Journal Review: Industrie 4.0 process transformation; findings from a case study in automotive logistics

  

Journal Review: Industrie 4.0 process transformation; findings from a case study in automotive logistics

Pendahuluan

    Pada era kompetitif di pasar global saat ini, perusahaan perlu beradaptasi terhadap beberapa kebutuhan. Seperti kebutuhan terhadap pertumbuhan demand dari pelanggan terhadap kustomisasi dan juga varian produk. Terdapat sebuah istilah Industrie 4.0 yang dianggap dapat menawarkan solusi dari tantangan pada era ini meskipun masih dipertanyakan bagaimana implementasinya secara tepat.

    Penelitian ini memiliki Tujuan Utama: eksplorasi transformasi pada proses logistik untuk memenuhi tuntutan Industrie 4.0 dengan menjabarkan prinsip desain dari temuan yang didapat. Tujuan Sekunder: menawarkan dukungan pada praktisi untuk transformasi proses yang sudah ada menuju proses Industrie 4.0. Kemudian, penulis akan mengembangkan metode yang mengidentifikasi hasil, aktivitas, teknik, peran, dan meta-model untuk digunakan praktisi.

    Istilah dan konsep “Industrie 4.0” pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair (2011).  Kemudian istilah tersebut diadopsi oleh pemerintah Jerman sebagai bagian dari “High-Tech Strategy 2020 Action Plan”. Komponen kunci: cyber-physical systems (CPS), Internet of Things (IoT), Internet of Services (IoS) dan smart factories. Smart factories menggunakan CPS, IoT, dan IoS untuk kepentingan produksi. Seperti CPS yang berkomunikasi dengan IoT untuk membuat keputusan berbasis desentralisasi.

    Prinsip desain pada Industrie 4.0 terdiri dari empat poin:
  • Interconnection: Interkoneksi antara mesin, perangkat, sensor, dan manusia melalui IoT untuk terjadinya Internet of People.
  • Information transparency: Transparansi informasi memungkinkan sistem informasi membuat digital twin dari dunia nyata dengan bantuan sensor data real-time.
  • Decentralized decision making: Pengambilan keputusan secara desentralisasi dapat mengurangi kompleksitas dan usaha dalam perencanaan.
  • Technical assistance: Bantuan teknis membantu manusia dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah yang mendesak.
    Kemudian dalam riset ini juga digunakan metode BPR (Business Process Reengineering). BPR merupakan sebuah rethinking fundamental dan redesign yang radikal pada sebuah proses bisnis untuk menghasilkan perbaikan yang dramatis pada ukuran-ukuran kinerja seperti biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan. Langkah dalam penerapan BPR terdiri dari beberapa langkah yaitu: Analisis proses yang sudah ada, Pengembangan visi untuk proses target, Pengembangan rencana tindakan strategis untuk dapat implementasi proses target secara sukses, dan Implementasi proses target.
    
    Digunakan sebuah prinsip yang disebut action design research (ADR). Dengan tujuan utama yaitu mendesain artifak pada lingkungan organisasi. Terdapat empat fase yang perlu diperhatikan: 
  • Formulasi masalah (FGD, riset studi kasus, analisis literatur)
  • Membangun, intervensi, dan evaluasi (Riset studi kasus, analisis literatur)
  • Refleksi dan pembelajaran (Penggabungan temuan dari studi kasus)
  • Formalisasi pembelajaran (Paper yang dihasilkan)

Studi Kasus

Fokusan Masalah
Studi kasus akan difokuskan untuk menginvestigasi empat sub-proses pada proses order-to-delivery (OTD) di sebuah pabrik mobil Jerman yang terkemuka. Proses OTD digunakan sebagai contoh dalam kompleksitas logistik karena OTD merupakan proses yang mendukung built-to-order production dan secara bersamaan juga mendukung terjadinya waktu delivery yang singkat, keandalan yang baik dalam delivery, dan juga tingkat responsivitas yang tinggi.



Gbr. 1 Model proses internal dari order-to-delivery pada pabrik mobil Jerman

Pada awal proses OTD, pabrik akan menerima pesanan untuk assembly mobil dan diikuti dengan perencanaan dan penjadwalan produksi. Kemudian, pabrik akan memesan material-material yang dibutuhkan dan seterusnya.
Tabel. 3 Gambaran proses yang diinvestigasi

Pengimplementasian BPR pada studi kasus:
-Step 1 (analysis of the current process): Mengamati sekuens proses dan identifikasi tantangan dari proses yang ada. Didapat bahwa bertambahnya jumlah varian produk berpotensi menambah kompleksitas dan memakan waktu dari proses.
-Step 2 (development of a vision for the target process):  Dimulainya proses BPR dengan prinsip desain Industrie 4.0 pada proses OTD. Konsep tersebut diterapkan misalnya pada sub-proses CKD yaitu dengan identifikasi value-adding dan non-value-adding proses. Lalu juga diterapkannya prinsip desain seperti interkoneksi pada proses. 
-Step 3 (development of a strategic action plan to implement target): Pada tahap ini dilakukan identifikasi pada gap untuk dapat diperbaiki secara konkrit misal penerapan dukungan augmented reality pada kegiatan packaging barang. 
-Step 4 (implementation of the target process): Dilakukannya evaluasi terhadap efisiensi ekonomi dari implementasi. Selain itu, juga perlu dilakukannya revisi periodik pada proses target Industrie 4.0 yang dibuat terkait kelayakan teknisnya.

Pembahasan

Berdasarkan analisis dari studi kasus, penulis menspesifikasikan 
empat prinsip desain proses Industrie 4.0:
  • Goal-driven process modeling: Sekuens proses yang umumnya deterministik yaitu memikirkan proses sebagai alur diskrit untuk memahami proses sebagai alur dari goal dan milestones. Misal pada proses CKD, memiliki goals yaitu ketersediaan material, material telah tiba pada stasiun pengemasan, dan sebagainya.
  • Dynamic on-demand process planning: Diperlukannya unit proses yang terdesentralisasi (sistem multi-agen) untuk mencapai perencanaan proses yang on-demand dan dinamis. Misal sistem multi-agen yang mengkoordinasikan transportasi material dengan komunikasi langsung antara material dengan sistem transportasi tanpa awak.
  • Orchestrated process control: Diperlukannya sebuah unit proses sentral untuk mitigasi jika terjadi deviasi proses yang telah terotomasi. Misal waktu waktu pengiriman material yang dapat dikontrol dari sentral.
  • Short-cycle process optimization: Untuk mencapai optimasi proses short-cycle, pencocokan terhadap rencana dan proses yang ada perlu dilakukan terutama pada kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti terlambatnya kedatangan material
Berdasarkan temuan yang didapat dari focus group dan studi kasus, penulis menurunkan beberapa requirement yang diperlukan untuk transformasi proses Industrie 4.0: 
-Menawarkan prosedur untuk transformasi proses dan aktivitas yang sudah berjalan
-Menyediakan prinsip desain proses Industrie 4.0
-Memfasilitasi penilaian maturity dari proses yang ada dan proses target Industrie 4.0
-Menggabungkan perangkat-perangkat pendukung untuk Industrie 4.0

Penulis menjabarkan empat aktivitas utama dari BPR, yang terdiri dari metode dan konsep yang digunakan, peranan yang perlu ikut serta, dan hasil yang akan didapat.


Gbr. 2 Meta-model dari metode  transformasi proses industrie 4.0

Kesimpulan

  • Prinsip desain Industrie 4.0 terdiri dari empat aspek penting, yaitu: interconnection, information transparency, decentralized decision, dan technical assistance.
  • Prinsip desain proses Industrie 4.0 dapat menjadi pedoman bagi manajemen dalam mendesain proses pada perusahaan dan juga dapat mempercepat dalam implementasinya. 
  • Pengaplikasian maturity model Industrie 4.0 dalam mengidentifikasi potensi perusahaan dapat mempermudah manajemen dalam mengembangkan strategic action plan secara signifikan. 


Komentar